Headlines News :
Home » » Bangkitnya Semangat Olah Raga

Bangkitnya Semangat Olah Raga

Written By Unknown on Selasa, 22 Oktober 2013 | 07.41.00


BUKAN PENYESALAN TAPI PERJUANGAN


“bukan penyesalan yang kamu harus perbuat, tapi perjuangan, berjuang mengukir prestasi, melawan hawa nafsu dan amarahmu sendiri”




“Kenapa kamu telat lagi?”
“Habis dari kantin pak”
“Em..  telat 10 Menit , sekarang kamu cabutin rumput di halaman depan kantor, sampai jam pelajaran saya  selesai”
“...”
“Tapi pak”
“Tidak ada alasan lagi, cepet  laksanakan..!!”
            Diki merasa puas dengan hukuman ini karena terik matahari menggigit punggungnya, hukuman seperti ini bukan pertama kali ia lakukan, bahkan setiap minggunya tak terlewatkan oleh hukuman.
            Diki seorang murid  yang dipindahkan dari sebuah sekolah menengah pertama (SMP) Cilacap ke sekolah menengah pertama Islam Integral Full day scool(SMP II) di Kudus  oleh orang tuanya yang  di sebabkan karna pergaulannya semakin menjadi-jadi, hingga suatu saat Pak Anwar dan Bu Esti pulang kerja lewat belakang stasiun Sidareja Cilacap dan melihat anaknya sedang nongkrong di pangkalan ojeg stasiun besama anak-anak Punk, demi menyelamatkan moral anak semata wayangnya pak Anwar memindahkan sekolah Diki, meskipun diki baru berusia 14 tahun dan baru masuk ke semester 2 di kelas 7.
***
1 tahun kemudian
            Di ruangan kelas 8, siswa sedang sibuk mengerjakan tugas Matematika yang diampu oleh Pak Ibnu Darojat yang kebetulan sedang mengambil air minum di kantor.
            Diki  mengerjakan tugas dengan serius dan meletakkan kaki kanan sejajar dengan pantatnya di atas kursi dan kaki kirin numpang di kursi depannya yang di duduki Syaeful Muzaki.
“Sudah selesai belum?” ujar pak Ibnu saat memasuki ruangan kelas dengan segelas teh manis ditangan kanannya
“Belum pak” jawab oleh sebagian siswa
“...”
“Ayo cepat slesaikan!”perintah pak ibnu sambil meletakkan segelas teh di atas mejanya
            Kemudian pak ibnu keliling mengitari muridnya untuk melihat jawaban yang mereka kerjakan. Alangkah terkejutnya pak Ibnu saat melihat kaki kanan Diki ningkrang di atas kursi dengan santainya seperti di warung kopi.
“Diki kakimu kurang tinggi!”
“Baik pak” merasa ditantang kaki kirinya ia letakan sejajar dengan kaki kanannya hingga kelihatan jongkok
“...”
“Kurang tinggi lagi..!” sentak pak ibnu yang terheran dengan tingkah muridnya yang satu ini, bukannya menurunkan kakinya seperti teman-temannya jika di tegur, eh.. malah mengikuti perintahku.
“oke kalo begitu” jawabnya dengan santai sambil merubah posisinya sampai berdiri tegak diatas kursi
“Kurang tinggi lagi...!!!” pak Ibnu makin jengkel
“saya ngga nolak!” dengan nada lirih dan merasa sangat ditantang Diki melangkahkan kakinya hingga berdiri tegap diatas meja.



            Suasana kelas sangat hening, semua mata terpana menuju sosok nakal di atas meja.
Diki tidak sadar kalau meja yang ia injak sudah rapuh dan biasa ia goyang-goyangkan saat keadaan kelas gaduh karna suara gesekan persendian kayu sangat nyaring.
Tiba-tiba meja itu oleng kearah kanan hingga Diki jatuh terlentang keblakang, tangan kirinya terbentur kursi yang tadi ia duduki, kepala bagian belakangnya menghantam lantai, samapi suara benturan itu terdengar oleh teman-temannya hingga diki terkulai lemas dan pingsan.
Pak ibnu terkejut dengan kejadian yang baru saja ia saksikan
“subhanallah, ayo cepat bawa Diki ke UKS.!” ajak pak ibnu kepada murid-muridnya dengan gugup



***



“kenapa hal seperti ini bisa terjadi pak?” tanya pak Solekhan selaku kepala sekolah dengan penuh keheranan
“begini pak, saat saya sedang keliling untuk melihat hasil tugas yang saya berikan, saya mendapati Diki sedang jegang dengan meletakkan kaki kanannya diatas meja, terus saya bilang ke Diki “kurang tinggi lagi”  kemudian diki terus mengikuti perintah saya hingga akhirnya ia sampai berdiri di atas meja dan mejanya oleng” jawab pak Ibnu
“...”
“sekarang gimana kondisinya?” sambil menyandarkan tubuhnya di sofa ruang tunggu UKS
“tadi belum sadar dan sekarang masih dalam pemeriksaan Mas Mubarok”
            Setelah beberapa menit berbincang-bincang, Mas Mubarok slesai memeriksa keadaan Diki.
“Oh, ada pak Solekhan”ucap Masbarok dan menjulurkan tangnnya untuk menjabat tangan beliau
“Bagaimana kondisinya Mas?” tanya pak solekhan
“kritis pak, harus segera di bawa ke Puskesmas”
“yang luka bagian apa saja?”
“tangan kirinya memar dan kelihatan bengkok kalo hasil dari pemeriksaan saya, tulang lengan tangan kirinya retak parah karna terbentur dengan keras”
“kita harus segera membawanya ke puskesmas kaliwungu Pak!”tegas pak Ibnu
“ya udah siapkan mobil dan segera bawa ke puskesmas” suruh pak Solekhan kepada Pak Ibnu dan Mas Mubarok
“pak, saya belum mengabarkan kejadian ini kepada pengurus asrama dan keluarganya” pinta pak Ibnu
“ udah, bawa dulu Diki ke puskesmas, soal urusan itu nanti saya yang urus”



***



Pak solekhan beranjak naik ke lantai 2 untuk  memberi tahu peristiwa yang baru saja terjadi tapatnya pukul 10:07 tadi kepada pengus asrama, hingga semua jelas dan tuntas.
            Kemudian pak solekhan mengabari keluarga Diki,
“Hallo, assalamu’alaikum”
“Waalaikumsalam”
“Apa benar ini pak Anwar keluarganya mas Diki?”
“ya benar, ada apa yah?”
“Begini Pak, diki tadi jatuh dari atas meja, kondisinya kritis dan sekarang masih belum sadar”
“...”
“Subhanallah, maaf pak ini dengan Bapak siapa yah?”
“Saya Solekhan kepala sekolah  SMP II”
“terimakasih pak atas kabarnya, insya allah nanti sore saya berangkat kesitu bersama istri saya”
“baik pak, saya tunggu”



***



“Keluarganya mas Diki!” panggil seorang dokter di puskesmas Kaliwungu Kudus
“Iya, Dok!” Jawab pak  ibnu
“Mari masuk keruangan saya”
“Baik Dok”
“Silahkan duduk, begini pak dari hasil pemeriksaan kami, luka lengan tangan kirinya itu sangat parah, dan kemungkinan terjadi gegar otak ringan akibat benturan, sehingga harus kami rujuk ke RSI Sunan Kudus yang lebih lengkap peralatannya”
“kapan dirujuknya Dok?”
“Sekarang juga, sebelum terjadi hal-hal yang diinginkan, kami sudah sediakan mobil ambulan dan kami mengharap dari pihak korban ada yang ikut dalam ambulan itu”
“Pak nanti saya saja yang ikut ambulan, Bapak kesananya pakai mobil dinas sekolah” ucap lirih mas Barok kepad Pak Ibnu
“Baiklah”
“Ini kuncinya!”
“Mari Pak, Mobil Ambulannya sudah siap untuk berangkat” suruh Dokter
            Pukul 13:00 Diki dalam keadaan kritis dirujuk ke RSI Sunan Kudus dan langsung masuk ruangan Instalasi Gawat Darurat (IGD).
Pak ibnu merasa bersalah dan shok dihari selasa ini, bahkan Beliau selalu menuggu kabar dari Dokter puskesmas hingga sampai RSI bersama Mas Barok, hingga pukul 20:00 baru diperbolehkan menemui Diki, walau saat itu masih belum sadar.
“Pak, tadi Pak Solekhan telephon, katanya kemungkinan jam 02:00 orang tua Diki sampai disini dan Pak Solekhan tidak bisa kesini karena sedang menyelesaikan tugas kantor”Ucap Mas Barok
“ Oh ya, nanti saya saja yang menuggu kedatangan mereka”
“Saya juga disini saja Pak, menemani Bapak”



***



Saat tiba di RSI Ibu Esti langsung berlari menuju ruangan IGD, Pak Anwar berjalan cepat membuntuti istrinya karena takut istrinya pinsan saat melihat anaknya, ia paham kalau istrinya tergolong orang yang berdarah tinggi.
Ibu Esti tersentak saat melihat tangan kiri anak semata wayangnya dikelilingai kayu yang diikat dengan perban.
Pak Ibnu dan Mas Barok berdiri kaku melihat Ibu Esti menangisi anaknya yang dalam keadaan koma.
“Pak sebenarnya apa yang terjadi hingga seperti ini?” dengan penuh tanya Pak Anwar menayakannya.
“begini pak, saat saya sedang keliling untuk melihat hasil tugas yang saya berikan, saya mendapati Diki sedang jegang dengan meletakkan kaki kanannya diatas meja, terus saya bilang ke Diki “kurang tinggi lagi”  kemudian diki terus mengikuti perintah saya hingga akhirnya ia sampai berdiri di atas meja dan mejanya oleng” jawab pak Ibnu
“Apa kata Dokter saat ini?”
“Belum ada kabar, Cuma tadi saat di puskesmas Kaliwungu seorang Dokter memberi tahu bahwa Diki terkena gegar otak ringan yang dapat pulih kembali dan Dokter itu bilang kalo patah tulang lengan tangan kirinya sangat parah”
            Seketika setelah mendengar percakapan suaminya dengan Pak Ibnu mengenai musibah yang menimpa anaknya, Bu Esti langsung pingsan.
***
Setelah beberapa hari diinap, Dokter Ukrom memanggil Pak Anwar dan Bu Esti.
“Kami sudah berusaha semaksimal mungkin, kondisi gegar otak ringannya sudah pulih kembali”
“Syukurlah” Ucap Bu Esti sambil memegang lengan suaminya.
“Dibagian lengan tangan kirinya ternyata retakan tulangnya ada yang menancap kedaging dan dari hasil pemeriksaan kami, ini sudah bernanah dan terkena infeksi, demi menyelamatkan nyawanya Nak Diki, tangan kirinya harus di potong dari siku ke bawah”
“Dipotong!!” Bu Esti dan Pak Anwar tersentak bagai tersambar petir saat mendengar kata-kata Dokter, Bu Esti pingsan di tempat duduknya.
“Dok, apa tidak ada solusi lain selain dipotong?, seberapapun biaya itu akan bayar Dok.”  Sambil memegangi Istrinya dengan penuh harap.
“Mohon maaf sekali, ini solusi paling akhir, disemua Rumah Sakit pun akan melakukan hal seperti ini, jika anda setuju untuk pemotongan itu silahkan tanda tangani surat persetujuan ini.
            Dengan terpaksa Pak Anwar menandatangani surat persetujuan untuk pemotongan tangan anak semata wayangnya.



***



Sekeluarnya dari ruang bedah Diki mulai siuman setelah beberapa jam yang lalu ia diobat bius, rasa sakit mulai terasa dan menjadi-jadi.
“Ayah, tangan kiri Diki kemana Yah??, Bu...,Ibu tangan Diki kemana Bu.??” Tangis diki penuh rasa sakit alang-kepalang bukan main
“hem..hem..hemp.., sabar Na” Bu esti terus membungkukan badanya untuk memeluk anaknya  yang masih berbaring diatas ranjang  sambil menangis tersedu-sedu
“Aaa..h sakit Bu”
“sabarlah Na, kamu pasti bisa menahan rasa sakit hingga sembuh”
“Ia Na, kamu pasti cepat sembuh” dukung Pak Anwar
            Pintu ruangan diki terbuka lebar sehingga saat Pak Ibnu datang untuk menjenguk lang sung masuk karena saat berdiri tegak didepan pintu orang tua diki sudah menatap kedatangannya.
“Na Diki, saya mohon ma’af”
“Ngga pak, ini salah saya, saya yang seharusnya minta ma’af”
“ia pak, ini salah anak saya” lanjut Pak Anwar
“Baiklah saya ma’afkan, gimana kondisinya saat ini?”
“Sakit Pak, sakit banget”
“Jangan menyerah Nak, kau pasti bisa seperti Patrecia Saerang perempuan asal manado yang jago melukis padahal kedua tangannya cacat, ada juga seorang motifator asal Australia namanya Nick Vujivic, dia berhasil memotifasi banyak orang dengan kondisi badannya yang cacat, tangan pun ia tak punya, kakinya juga cacat, hebatkan. Kamu juga harus lebih baik dari yang sudah-sudah, kejadian saat kamu jatuh itu pelajaran yang sangat berharga bagimu dan teman-temanmu”
“Trimakasih pak Nasehatnya”
“ ingat loh, bukan penyesalan yang kamu harus perbuat, tapi perjuangan, berjuang mengukir prestasi, melawan hawa nafsu dan amarahmu sendiri”
“ Ia pak, saya mengerti dan saya pasti bisa lebih baik”



***
Tiga tahun kemudian



“Aku heran denganmu Dik.!” Pinta syaiful muzaki.
“heran kenapa.?” Tanyaku sinis
“ Dari dulu saat kejadian di kelas 2 SMP sampai sekarang kelas 2 SMA, semangatmu luar biasa”
“Apanya yang luar biasa?, padahalkan aku biasa-biasa saja!”
“hem.., malah tanya lagi, dari kejadian itu kan nilaimu menjadi saingan beratku, padahal sebelumnya nilaimu standar-standar saja, kamu juga berhasil merebut beberapa piala olimpiade tingkat SMP, terus jadi juara kelas bertahan sampai SMA lagi, 2 piala tingkat SMA kau raih, tapi yang lebih aku heranin nih, saat pertandingan bulutangkis di Djarum kamu jadi  juara juga. Bener-bener hebat kau” puji syaeful dengan menggebuk pelan pundak diki
“jangan muji gitu deh, kan aku jadi malu”jawabku lirih
“ kenyataanya begitu!, nyatanya sekolahmu saja di SMA jadi Gratis!”
“Istirahatnya sudah cukup, Yuk main Bulutangkis lagi!,emankan jam Olah Raga di Buang-buang” ajakku
“ayo, siapa takut” 
Share this article :

0 komentar:

Translate

Visitors

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Proudly powered by Blogger
Copyright © 2011. Extrakulikuler Ibnul Qoyyim Putra - All Rights Reserved
Template Design by Creating Website Published by Mas Template